Jumat, 17 Juli 2020

sabtu, 18 juli

Saya adalah orang yang jatuh cinta terlalu cepat. 

Tidak peduli dimanapun bertemu dengan seseorang, entah di taman, pantai, tempat kerja, teman nongkrong atau bahkan teman group chat dan selalu datang di pikirinku. Mungkin dia adalah orangnya.

Dan gak butuh waktu lama, pada akhirnya bersama seseorang. Semuanya mengalir lancar, komunikasi, kemistri bahkan seperti saling terkoneksi satu sama lain. Sampai berfikir, akhirnya aku menemukan seseorang yang benar-benar mengerti. 

Dia menemukan kebahagiannya, berkata banyak hal bahwa aku itu lucu, bahwa betapa specialnya diriku. Dan tidak pernah menemukan seseorang sepertiku sebelumnya. Dan itu menghilangkan semua perasaan insecure di dalam diriku. 

Sampai pada suatu momen, dia membawa semuanya kembali. Insecurity. 

Ini adalah perjalanan yang sangat berat dan tidak mudah menceritakannya. Tapi, akan aku bagikan ke kalian. 

Ketika kamu berfikir jatuh cinta sama seseorang terlalu cepat, itu bukan cinta.

Tidak pernah ada yang bagus dari kata 'jatuh'. 

Katanya cinta itu buta, karena mereka jatuh cinta saat mereka terbutakan. 

Berfikir bahwa mereka tau hatinya, padahal cuma melihat pikirannya. Berfikir bahwa tau tentang mimpinya, tapi cuma tau rencananya. Dan berfikir bahwa paham soal masa lalunya, padahal cuma sebagian. 

Kau tidak akan bisa makan makanan yang baru saja kau tanam dalam sehari. Bahkan saat kau memupuknya semalaman, memberinya nutrisi sebanyak mungkin. Semuanya membutuhkan waktu. 

Aku tau, mempunyai perasaan yang mendebarkan dalam waktu singkat itu menyenangkan, tiba-tiba mempunyai seseorang untuk membuatmu bahagia. Berbagi cerita. 

Tapi dalam sisi lain, jatuh cinta itu membutuhkan waktu. Dan jangan membuat seseorang jatuh cinta kepadamu, kalau kamu sendiri tidak tahu caranya mencintai mereka. 

Karena, mereka bukan lagi menanyakan tentangmu, tapi menanyakan tentang cintamu. 

Saya hanya mau, kalian mempunyai banyak kesempatan untuk mendapatkan seseorang yang benar-benar tepat. Bukan secepat yang kalian mau, tapi se-tepat apapun yang kalian harapkan. 

Semua orang berhak atas apa yang mereka harapkan, yang mereka mimpikan. Orang tuamu mengajari berdiri tak secepat seseorang membuatmu jatuh. 

Selasa, 07 Juli 2020

sepernah serasa

Selama 29 tahun ini, banyak hal yang sudah terlewati.
Banyak kesenangan yang melampaui mimpi dan begitupun sebaliknya. Merasa kecewa dengan mimpi yang tak terwujud, kecewa dengan harapan yang abu-abu, atau kecewa dengan seseorang sampai dengan diri sendiri. Pernah bahagia sampai lupa caranya menangisi kesendirian. Bermimpi serta menghayalkan banyak hal. 
Sampai tiba di satu titik yang tak bertemu. 
Kata mereka, mimpi-mimpi akan terwujud pada akhirnya. Tapi mereka lupa tentang buruk! Tentang mimpi akan sebuah perpisahan yang membuat kita jatuh dan susah tegak menengadah. Yang hampir membuatmu setengah gila, yang membuatmu kehilangan bagian dari dirimu sendiri. 
Bagian yang harus diingat dari semua itu adalah cara merelakan. Iklas. Sama seperti kau bermimpi tentang berlayar mengelilingi samudera, bertemu dengan orang-orang yang tak pernah membuatmu kecewa, menyaksikan dunia dengan segala gemerlapnya, lalu kamu bangun dari tidurmu yang tak ingin kau tinggalkan. Seperti itu merelakan. 
Walau akhirnya kau dan dia dan mereka tak jadi satu, tak bisa berada disisimu seutuhnya, tak selamanya, kau jangan lupa berterimakasih. Karena dari sekian banyak orang di dunia ini, kau pernah bertemu dengan seseorang yang pernah membuatmu tertawa selebar itu, saling berbagi dunia, berbagi cerita. 
Jadi pada akhirnya, terima kasih semesta, atas pemberian yang begitu hangat ini. 

Sabtu, 04 Juli 2020

semula

Klean pernah ga si, jatuh cinta sama orang yang ga bakal bisa lu miliki.

Jadi, tiap hari yang lu tungguin cuma kabar dari dia, sesibuk apapun klean tiap ada kabar dari dia pasti fast respon mulu. Padahal lu tau, dia bahkan cuma bosan dan kasian melihat texts dari lu. 
Ga ada niatan buat peduli atau bahkan membalas perhatian lu. 
Awalnya klean mikir dia peduli dan kasih perasaan lebih ke lu. Tapi, karena lu berlebih ngasih perhatian ke dia, akhirnya dia mundur karena merasa tidak nyaman sama sekali. Bahkan buat ketemu aja masih mikir2. Jadi, lu itu semacam bayangan yang mengganggu. 
Pada intinya, lu sayank sama dia, mau baik dan perhatian dan peduli dan apapun itu, tapi d mata dia, lu itu semacam a dumb person ever. 

Ayolah, mulai bersikap bijak dan dewasa. Dia bukan jijik sama lu, cuma gak berada dalam grafitasi klean aja. 
Cobalah buat sayank sama diri lu sendiri. 
Klo dia memang d takdirkan buat sama lu, pada akhirnya dia akan mengerti klo kehadiran lu emang berarti buat dia. Gak usah lu buat list kebaikan lu sama dia, dia akan sadar sendiri kok. 


Kasih hati lu waktu buat istirahat lah. Otak lu juga butuh nutrisi, bukan cuma sekedar memikirkan orang lain saja. 

Be smart ya dan stay healthy 

Jumat, 09 Februari 2018

Next Best Thing

Aku duduk di taman kota siang itu. Langitnya cerah,tanpa awan. Matahari menyengat sisi luar kemeja biru bermotif kotakku. Sedangkan angin,bertiup seakan membawa kesegaran yang baru saja menguap diterpa panasnya udara disekitar,mengingat tingkat polusi semakin meninggi.
Tepat di seberang jalan, sepasang mataku menangkap shape dari garis wajahnya. Pipinya terlihat lebih tembem dari sebelumnya. Rambutnya diikat dan digulung di atas. Dengan setelah kaos biru muda yang agak kekecilan, hampir membentuk tubuhnya bagian atas, kalau saja cardiganmerah mudanya dilepas. Tas selempang, menggantung di pundak kanannya, dan setumpuk buku dia tenteng di kiri. Terlihat keberatan. Aku bisa melihat dengan jelas wajah kakunya. Walau akhirnya, dia memberiku isyarat senyum ketika melirik ke arah tempat dudukku.
***
Tania. Teman kecilku yang selalu memberiku semangat dalam hidup dan gagasan konyol sehingga kita tertawa kemudian. Tak jarang dia mengajakku mengerjai orang, terdengar menyedihkan, walau sebenarnya aku tahu , bahwa Taniaberniat membagi kebahagian dengan orang itu. Yah, kadang-kadang itu menambah mood jelek.
Pernah suatu ketika, Tania mengajakku nonton film di Mall setempat. Dia menjemputku tanpa kabar sebelumnya. Entah, dia seperti tahu jadwal harianku. Kapan waktu kosongku, kapan waktu menggangguku dan bahkan dia tahu, saat aku butuh waktu sendiri.
 Tania tidak mengijinkanku duduk di kemudi. Dia terus saja bercerita panjang tentang hal menyenangkan yang dilaluinya tanpaku. Rasanya baru dua hari aku melewatkan hari tanpanya. Matanya berkilauan diikuti tawa kecil. Yang selalu terjadi adalah , dia selalu berhasil membuatku ikut tertawa kecil. Persis murid TK yang bahagia mendengar gurunya bercerita.
Dalam perjalan menuju Mall, kita membuat kesepakatan. Melakukan acting konyol bak actor kawakan di bioskop. Pura-pura saling tidak mengenal, dan pura-pura akan menonton film yang sama. Jadi kita sengaja berpisah di basement. Aku masuk lewat pintu depan, menggunakan tangga melewati lobby mall kemudian menyusuri koridor tenant. Sedangkan Tania, memilih jalan pintas menggunakan lift. Menekan tombol dan ajaib, sudah sampai di atas sana.
Lantai 3 terlihat sepi, tidak terlalu banyak pengunjung disana. Mengingat bioskop berada disana, harapanku semakin besar soal antrian yang kosong. Aku tersenyum kemudian. Sambil melangkah pasti di elevator dan melihat sekeliling mencari keberadaan Tania. Dia sedang di depan toko accessories bersama seorang pria. Badannya lebih besar dariku. Setelan rapi dan terlihat seperti body guard. Entahlah. Mereka sedang terlibat pembicaraan serius. Ekspresi muka yang menegang dan tampak kaku. Lalu berubah sedih kemudian.
Sementara aku masih melihat-lihat daftar film yang diputar hari ini, Tania masuk dengan langkah lemah dan muka memerah. Menahan amarah yang seakan mau meledak.
Aku sudah lupa soal pura-pura atau segala ide konyol yang kita rencanakan sebelumnya. Melangkah pasti mendekatinya lalu menangkapnya dilengakku. Menggandengnya ke arah tempat duduk. Memberi perhatian ke rambut berantakannya lalu menyelipkan di sela telinganya. Menepuk halus sekitar bahunya sambil tetap memegang tangannya di tanganku yang lain. Kemudian memasang wajah penasaran, dan mendekatkan muka.
"Doni...... Dia mengajakku putus!"
Aku tahu, bahwa seceria apapun orang itu, se-humories apapun, ada masanya dia tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya atau dia akan berhenti pura-pura bahwa dia baik-baik saja walau itu masih akan berlanjut di kemudian hari.
Tania masih bersandar di tembok tepat di bawah poster Comic8 : The Casino Royals, menyilangkan kedua tangannya di depan dada, seakan melindungi bagian terapuh dari seorang wanita. Menutupi lukanya dan berusaha mengobatinya sendiri. Yang terjadi selanjutnya, aku melingkarkan tanganku di tubuhnya, memposisikan kepalanya bertumpu di pundak dan membiarkan Tania membasahi pundakku dengan air matanya. Dia menangis tanpa suara. Aku bisa mendengar jantungnya berdegup dan nafasnya tersengal -sengal. Kemudian Tania bangkit, dan secepat kilat menghapus air matanya dan memasang garis senyum palsu yang terlihat jelas.
"Actingku, kerenkan? Ha..?"
Katanya dengan suara parau. Terdengar menyedihkan. Bahkan aku masih bisa melihat caranya bernafas yang tak wajar. Lalu aku tersenyum.
Hal yang paling menyedihkan dari seorang Tania adalah dia selalu ingin terlihat baik-baik saja, ingin selalu kokoh seperti batu karang yang menjulang, walau sebenarnya yang terjadi, terhempas anginpun dia berterbangan nun hamparan debu.
***
Riana. Gadis cantik dengan muka sendu. Rambut yang selalu diikat dan digulung ke atas, sedangkan tas selempang yang setia membebani pundak kanannya. Aku mengenalnya 12 bulan yang lalu di taman kota.
Karakternya seperti duplicate Tania. Humoris, penuh dengan tawa dan penuh kejutan. Bagian yang paling aku sukai adalah matanya. Terlihat sendu dan selalu mencuri perhatian. Tiap kali dia mulai bercerita, seakan waktu berhenti begitu saja. Menghipnotismu lalu membawamu masuk kedalam limbo ceritanya, terjebak disana dan seakan tak ingin berhenti.
Hanya saja, sinar matanya kadang terlihat menakutkan. Ketika marah, mengintimidasi dan membuatmu selalu merasa bersalah. Sampai-sampai rela meneteskan air mata sambil jongkok demi maafnya. Dia melumpuhkanmu begitu kau menatapnya.
Pernah suatu hari, aku lypa janjiku padanya. Lupa memberi kabar tentang pembatalan janji tepatnya. Dia berteriak lewat telepon, bahkan memanggilku patrick si bintang laut jambon. Dengan suara tegas dan tanpa jeda, tidak memberi waktu untukku bicara, lalu sambungan putus gitu saja. Ahhh, sial. Dia memang selalu menepati janji-janinya.
Tiga menit berikutnya, dia akhirnya mengangkat teleponku setelah menyerah dipanggilan ke-13. Giliranku yang bicara. Menjelaskan segala hal yang terjadi lalu minta maaf. Dan hening. Kemudian, aku merengek persisi anak SD minta jajan. Menegaskan suara parauku sambil menjelaskan lagi, tentu saja sambil sesekali mengusap ingus.
"Hahaha.....cengeng!"
Hanya itu. Benar-benar cuma itu.
Tapi setidaknya aku lega. Aku tidak kehilangan sahabat seperti dia. Yang selalu ada dan selalu mengerti. Memahami segala kondisi dan memberi kesempatan untuk minta maaf.
Riana memang tipe pencerita. Tapi ketika aku butuh cerita kepadanya, dia adalah pendengar terbaik yang aku miliki. Memberikan komentar dengan sabar tentu saja dengan saran kemudian. Dia terlihat lebih dewasa ketika menasihati. Seperti pantai, kadang pasang kadang surut. Begitulah Riana, ada kalanya dia bertingkah seperti anak-anak yang membuatmu tertawa lepas sampai menangis ngakak, di waktu lain bahkan aku kira dia ibuku. Terlalu bijaksana untuk wanita berusia 23 tahun.
***
Tiga hari yang lalu, tepatnya hari minggu pukul setengah lima sore, di pantai parangtritis. Aku memarkir sepedaku di bibir pantai. Memikirkan tentang dua gadis ini. Tania dan Riana. Membayangkan satu persatu berada di sampingku, lalu bertingkah romantis ala drama korea. Tertawa kecil dan saling menggoda, sambil menikmati penghabisan senja. Bisakah aku benar-benar di sampingnya. Entah Tania atau Riana.
Selama lebih dari 22 tahun bersama Tania, aku bahkan tidak pernah dibuat marah olehnya. Dia lebih mengalah dan mengerti, atau tidak membahasnya sama sekali. Pasti menyenangkan melihat anak-anakku kelak mempunyai ibu seperti dia. Terlalu banyak kenangan dengan dia. Menangis bareng, tertawa bersama, gila-gilaan tak jelas hingga berlarian dikejar-kejar warga gara-gara menyalakan petasan berulang-ulang. Aku mau menikahinya.
Lalu Riana?
Dia gadis modern. Selalu tampil dan terlihat menarik  senyum manisnya membuatku meleleh, senyum separuhnya membuatku ahhhh gemesss. Lalu, lalu... sinar matanya itu loh.... Duniaku teralihkan. Manjanya. Galaknya. Manisnya. Marahnya. Bahkan aku langsung kangen dengan cerita-ceritanya.
Ini membuatku frustasi stadium akhir. Membingungkan antara kerja otak lalu susah dicerna di bagian hati.
Tania?
Riana?
Selama tiga hari itupun aku tak henti memikirnya. Keduanya sempurna, keduanya wanita idaman. Lalu, ketika aku memilih salah satu diantaranya, apakah pihak yang tak aku pilih akan menjauh? Atau pura-pura tidak mengenalku? Mungkin marah berkepanjangan bahkan tiada akhir? Resiko selalu ada, mengingat sudah setahun ini aku tidak bisa tertarik dengan wanita lain. Sedangkan sebagai kepala urusan keuangan, aku cukup matang untuk menjadi mempelai pria di pelaminan.
***
Matahari tampak lebih panas ketika wanita itu menyapaku.
"Hai... Dading!."
Lalu duduk di sampingku. Tepat satu kepal di sebelah kanan. Bahkan sikunya sempat menyenggol lenganku. Entah apa yang terjadi. Tak seperti biasanya. Jantungku bekerja lebih keras. Sampai-sampai aku bisa mendengarnya, berketuk tanpa irama, tanpa alur atau plot. Terasa sesak disana. Di dadaku, tiga jari sebelah kiri.
Tiba-tiba saja mukaku terasa kaku. Seperti keram melanda seketika. Mengejangkan otot muka lalu tanpa ekspresi. Lebih-lebih ketika dia menoleh kearahku. Tepat di sampingku.
Cepat-cepat aku berdiri. Berlagak sok peregangan otot seperti habis olahraga berat, sambil sesekali melirik kearahnya. Aku bisa lihat dengan jelas, dahinya berkerut lalu matanya menyipit sebelah. Memasang muka penuh tanya. Lalu menunjuk jam di layar handphonenya.
Aku mengumpulkan seluruh energi dari seluruh sudut taman kota siang itu, memberanikan diri duduk menyamping kearahnya, sambil mentapnya lebih tajam. Ekspresinya semakin penuh tanya. Lalu memasang wajah siap untuk mendengar. Sementara tanganku, sedang menjelajahi isi tasku demi menemukan kotak hadiah. Menarik nafas dalam, menghembuskan buru-buru kemudian.
"Riana, meningkahlah denganku".
----ends----

Selasa, 13 Mei 2014

Jumat, 17 Januari 2014

Kamu Disini Saja



Kamu disini saja. Menemaniku mencari kehidupan, merencanakan kehidupan yang baru. Kehidupan antara aku dan kau, hidup kita. Berbagi kasur, berbagi bantal dan juga selimut. Menikmati malam, serta dingin yang selalu setia menyapa ketika dini dimulai.
Kamu disini saja. Memberiku semangat dengan isyarat mata dan garis senyummu yang membuatku langsung merasa baik-baik saja. Menasehatiku saat aku mulai berbelok arah atau kau rasa aku telah berubah menjadi sesuatu yang tidak lebih baik, bahkan lebih buruk.
Kamu disini saja. Temani hariku, melewati ribuan kata yang mungkin membuatku sakit hati dan merasa menyerah di tengah jalanan yang mulai berliku. Meminjamiku pundakmu yang membuatku tenang dan begitu nyaman. Lalu kau mengusap rambutku yang mulai berantakan karena tak tertata dan kebakar sinar.
Aku kangen kamu. Kangen yang mulai kurasa sangat curang. Selalu bertambah, tapi tak pernah tahu bagaimana berkurang. Setiap bangun tidur, yang kucari hanya batang hidungmu yang selalu menghembuskan nafas hangatnya ke pori-pori mukaku, atau bibir mungilmu yang dengan entah bagaimana caranya, membisikan “sayang” selalu terdengar merdu. Sampai-sampai hatiku bergetar, membuatku menyadari begitu aku mencintaimu.
Aku kangen kamu. Tiap kali makan siang datang, kamu akan bertanya dengan penuh perhatian lewat kata-kata yang ringan dan membuatku terpana. Kalau kita sempet bertemu saat itu, kamu menyisihkan waktumu yang aku tahu, kamu sangat sibuk, untuk bercanda sebentar, atau sekedar menanyakan hal sepele seperti siang ini, mau makan apa yank???
Jangan pergi. Tetaplah mendekat dengan ragaku yang mulai meletih tiap harinya, bahkan tiap detiknya. Jangan pernah menyerah dengan sikapku yang selalu egois dan merasa menang sendiri. Atau kekanak-kanakanku.
Jangan pergi. Aku ini apa, tanpamu?. Hatiku ini makan apa, kalau kamu diamkan aku?. Mata ini tak sanggup menatap tajam, tanpa kamu yang mendorong motivasiku.
Tolong ingatkan aku. Ingatkan tentang mimpi kita. Tentang kehidupan yang sedang kita perbaiki. Kehidupan yang isinya tentang cerita dan kisah klasik kita. Cerita yang membuat semua pasangan kekasih didunia akan cemburu dan merasa iri. Cerita kita yang sempurna.
Kamu disini saja. Aku kangen kamu.
#A.D.A.M.P.O part2

Jumat, 10 Januari 2014

Jika Kamu Ada

Tanpa Kamu, aku masih bisa mendengarkan lagu dan menyanyikannya tanpa kenal. Bersenang-senang sendiri meski akhirnya kelelahan.

Tanpa Kamu, aku masih bisa menikmati sebuah perjalanan yang panjang. Memandangi sawah dan gunung meski akhirnya ketiduran.

Tanpa Kamu, aku masih bisa tertawa melihat Yuk Kita Smile sampai berairmata. Sambil ngopi atau mengerjakan sesuatu di depan komputer meski akhirnya mengantuk.

Tapi mungkin, aku tidak harus berusaha terlalu keras menikmati semuanya, Jika Kamu Ada.

Tanpa Kamu, aku masih menyimpulkan senyum manis, sampai-sampai bibir kering dan minum banyak.

Tanpa Kamu, aku masih bisa tidur nyenyak sampai bangun kesiangan, karena tidurku terlalu larut.

Tanpa Kamu, aku masih bisa berlama-lamaan nongkrong di warkop, meskipun akhirnya tanpa pembicaraan berarti dengan penjualnya.

Tapi mungkin, semuanya akan mudah untuk di lalui, Jika Kamu Ada.

Jika Kamu Ada.